Royal - Ketika beberapa waktu yang lalu Syaikh Mustafa Amr Wardani yang merupakan pimpinan Darul Iftaa Mesir disuruh untuk memberikan info ahli untuk masalah Ahok, banyak organisasi masyarakat Islam yang mulai kebakaran jenggot.
Tak kecuali pihak MUI yang segera berkirim surat pada Duta Besar Mesir untuk Indonesia agar diteruskan pada Grand Syaikh Al Azhar serta Mufti Mesir di Kairo agar melarang Syaikh Mustafa untuk datang serta memberi info pakar.
Usaha mereka akhirnya sukses serta tak sia-sia. Syaikh Mustafa batal memberikan info pakar di sidang Ahok waktu itu. Acaranya di Indonesia juga dibatalkan. Grand Syaikh Al Azhar menyuruh beliau untuk selekasnya pulang ke Mesir. Argumen yang kita dengar kalau ada keluarga Syaikh Mustafa yang alami sakit hingga mesti kembali ke Mesir.
Hal semacam ini pasti menyebabkan banyak pertanyaan di kalangan masyarakat. Kenapa organisasi orang-orang Islam di Indonesia begitu cemas bila Syaikh Mustafa memberi info pakar untuk sidang Ahok?
Apa mereka takut Syaikh Mustafa bakal membocorkan kebenaran yang bakal bertentangan dengan pendapat mereka? Peluangnya lumayan besar.
Hal semacam ini karena kasus ini menaruh unsur politik dari kubu spesifik serta bukanlah tentang penistaan agama. Jadi untuk yang berpikir kalau ini yaitu mengenai penistaan agama, itu semua yaitu omong kosong.
Hal semacam ini sudah dipertegas oleh satu diantara Ketua MUI yang menyatakan kalau kesaksian Syaikh Mustafa sama juga dengan mencampuri masalah politik dalam negeri orang lain yang di kuatirkan bakal menyebabkan eskalasi lebih dahsyat dan menyulut fitnah bangsa Indonesia. Tak tahu apa maksudnya, namun mungkin mereka mulai terasa cemas bila dikira sudah memfitnah Ahok.
Menilik kehadiran Raja Salman kali ini yang cukup fenomenal terlebih dalam soal durasi waktunya di Indonesia, kita dapat cobalah memikirkan Raja Salman ingin
menyisihkan waktunya memberikan info pakar di sidang Ahok. Maksudnya sudah pasti untuk meluruskan pemahaman yang telah berniat digabung oleh kepentingan politik.
Akan tidak mungkin ada pihak yang berani menyangsikan kepakaran Raja Salman pada pemahaman Islam. Selain seorang hafidz Al-Quran, Raja Salman juga seseorang intelektual yang mempunyai gelar Doktor. Serta pastinya beliau bakal ada di pihak netral yg tidak memihak ke kubu manapun hingga info beliau pasti akan dipertimbangkan oleh Majelis Hakim.
Tak seperti keterangan pakar yang diserahkan oleh Jaksa Penuntut Umum hingga sidang ke-2 belas ini. Netralitasnya sangat diragukan, lantaran posisi mereka beberapa jelas menunjukkan hasrat untuk memenjarakan Ahok. Maksud mereka cuma satu, yakni bagaimana langkahnya supaya Ahok lengser dari kursi gubernur serta mereka kembali dapat berpesta memporak porandakan duit rakyat. *Eits keceplosan hehe
Jika Raja Salman yang memberikan info pakar tentu begitu objektif lantaran beliau begitu tahu tentang tata bhs Al-Quran. Terlebih bhs Al-Quran sendiri adalah bhs ibu untuk beliau. Raja Salman bakal menjelaskan bahwa tak ada penistaan agama dalam masalah yang sedang dihadapi oleh Ahok.
Ayat Al Maidah 51 sekalipun tak terkait dengan pilih pemimpin, serta lebih banyak disimpulkan sebagai rekan setia di negara-negara lain. Dalam Islam tak ada yang namanya kebiasaan pilih gubernur. Gubernur tersebut ditunjuk oleh Amirul Mukminin. Karena memang gubernur itu bukan pemimpin namun pelayan masyarakat.
Jadi untuk masalah Pilkada seperti di Indonesia tidak perlu membawa-bawa masalah agama. Utamakan yang ingin bekerja untuk kebutuhan semua rakyat. Jadi jelas tak benar bahwa Al Maidah 51 itu berkaitan dengan masalah pilih gubernur. Ini semua cuma urusan politik yang memakai topeng agama untuk melengserkan Ahok. Jangan sampai beberapa cobalah menodai agama dengan berupaya menariknya kedalam lumpur politik.
Info Raja Salman tentunya memiliki legitimasi yang lebih kuat. Karena bhs Al-Quran adalah bhs Arab yang merupakan bhs ibu Raja Salman jadi automatis beliau lebih tahu bhs Al-Quran dibanding pakar agama yang sebelumnya dihadirkan di sidang masalah Ahok.
Posting Komentar